Ratusan email, setiap harinya berdatangan. Email-email itu
diseleksi oleh sekred. Yang isinya laporan atau pertanyaan langsung di
handle olehnya, sementara untuk naskah atau contoh ilustrasi biasanya
diforward ke aku.Tentu aku gak akan sanggup membacanya satu persatu
setiap hari. Ada jadwal hari-hari tertentu di mana aku membuka email
dengan jumlah email yang terbatas. Itu sebab antrian pembacaan email
padat merayap.
Di saat padat merayap dengan mata yang mulai kunang-kunang, tentu semakin mengesalkan saat mendapati email dengan kata pengantar yang berkesan perintah. Jika sudah begitu, tanpa membuka file attachment-nya lagi, aku akan abaikan email itu atau malahan langsung aku delete. Kedengerannya kejam. Tapi begitulah.
Dan ini 2 contoh email yang termasuk paling sopan di antara yg paling mengesalkan itu :
1.
Kepada
Yth. Redaktur Majalah xxx
di tempat.
Dengan hormat,Bersama ini saya kirimkan beberapa contoh gambar karya saya. Mohon dibuka dan diamati, mungkin saja ada style gambar saya yang cocok di hati dan sesuai kualifikasi sebagai ilustrasi. :)Mohon konfirmasinya SEGERA. Jika ada kritik dan saran, silahkan hubungi saya. Sekian dari saya. Mohon pertimbangannya :)Terima kasih.
Hormat saya,
xxxx
---------aku sangat tidak suka dengan kalimat: "mohon dibuka dan diamati". Secara logika, tanpa disuruh pun aku akan 'membuka dan mengamati' bahkan sampai memelototi dengan seksama. Alangkah baiknya jika kalimat itu ditulis; mohon dipelajari karya saya ini, mungkin saja ada stule yang.. bla bla la.Lalu aku juga sangat tidak suka dengan kata SEGERA yang ditulis kapital pula. Hei, aku juga pinginnya sesegera mungkin mengenyahkan emailmu!
2.
Kepada
Yth. Managing Editor xxx
di tempat
Ini naskah cerpen saya. Dibaca ya. Semoga cocok. Saya tunggu konfirmasinya ke nomor telepon xxxxx. Jika dalam waktu 3 minggu naskah ini tak mendapat jawaban apa pun, saya akan menariknya dan mengirimkannya ke media lain. Demikian harap maklum.
Hormat saya,
xxxx.
---------- dan harap maklum, kalau naskah itu baru aku baca 7-10 bulan kemudian
Plis, deh. Aku wonder women yang punya kecepatan membaca 500 kata dalam dua detik, juga bukan pesuruhmu yang harus tunduk dan taat membaca naskahmu sebelum 3 minggu (aih 3 minggu?) dan mengabaikan naskah-naskah hebat lainnya, bukan?
Teman-teman, maaf atas catatan ini. Namun, layaklah kita ketahui bagaimana kita bersantun dalam menawarkan karya kita ke media.
Nggak. Media gak segitu gila hormat, tapi bagaimana pun etika saat menawarkan naskah mestinya diperhatikan. Bagaimana membuat redaktur terpikat akan bahasa yang mengantar naskah tersebut.
Seperti juga ketika kita sedang menarik perhatian seseorang, kita akan berlaku baik dan menyenangkan. Bukan mengintimidasi dengan perintah dan ancaman. Redaktur juga manusia. Apalagi dia disebut sebagai 'penentu nasib' naskah kita.
Ya, aku katakan bahwa kedua email di atas itu adalah email yang paling sopan di antara yang menjengkelkan. Tapi tetap aja bikin naik darah. Aku gak akan menayangkan email-email lain yang bahasanya jauh lebih bossy ketimbang dua email di atas sebagai contoh, karena dengan 2 contoh itu saja, aku yakin sudah cukup mewakili bagaimana 'bete'-nya redaktur.
Redaktur pada umumnya lebih suka pengantar yang isinya normal-normal aja, gak dibuat-buat dan gak ada tekanan. Lebih disukai lagi kalau langsung dilengkapi dengan biodata agar mudah saat menghubungi.
Dan lebih disukai lagi kalau setelah mengirim naskah di email tsb, duduklah yang manis. Jangan meneror sekred atau redaktur lewat email berikutnya (tau malahan tlp ke kantor redaksi) terus-menerus, semata hanya untuk mengetahui nasib email yang baru dikirim 4 minggu lalu.
JIka masa menunggu telah terlalu lama, misalkan sudah 8-9 bulan atau setahun lebih, silakan mengirimkan email konfirmasi sekaligus forward-an email sebelumnya sebagai pengingat.
Jika masih belum ada tanggapan juga, silakan lemparkan naskah tersebut ke media lain, tetapi tentunya dengan terlebih dulu mengirimkan email surat penarikan naskah pada media sebelumnya.
Menjadi penulis muda yang beretika sebenarnya gak ribet kok.
Salam.
Oleh Erin Erina/Reni Teratai Air II, Redaktur Majalah Story.
Di saat padat merayap dengan mata yang mulai kunang-kunang, tentu semakin mengesalkan saat mendapati email dengan kata pengantar yang berkesan perintah. Jika sudah begitu, tanpa membuka file attachment-nya lagi, aku akan abaikan email itu atau malahan langsung aku delete. Kedengerannya kejam. Tapi begitulah.
Dan ini 2 contoh email yang termasuk paling sopan di antara yg paling mengesalkan itu :
1.
Kepada
Yth. Redaktur Majalah xxx
di tempat.
Dengan hormat,Bersama ini saya kirimkan beberapa contoh gambar karya saya. Mohon dibuka dan diamati, mungkin saja ada style gambar saya yang cocok di hati dan sesuai kualifikasi sebagai ilustrasi. :)Mohon konfirmasinya SEGERA. Jika ada kritik dan saran, silahkan hubungi saya. Sekian dari saya. Mohon pertimbangannya :)Terima kasih.
Hormat saya,
xxxx
---------aku sangat tidak suka dengan kalimat: "mohon dibuka dan diamati". Secara logika, tanpa disuruh pun aku akan 'membuka dan mengamati' bahkan sampai memelototi dengan seksama. Alangkah baiknya jika kalimat itu ditulis; mohon dipelajari karya saya ini, mungkin saja ada stule yang.. bla bla la.Lalu aku juga sangat tidak suka dengan kata SEGERA yang ditulis kapital pula. Hei, aku juga pinginnya sesegera mungkin mengenyahkan emailmu!
2.
Kepada
Yth. Managing Editor xxx
di tempat
Ini naskah cerpen saya. Dibaca ya. Semoga cocok. Saya tunggu konfirmasinya ke nomor telepon xxxxx. Jika dalam waktu 3 minggu naskah ini tak mendapat jawaban apa pun, saya akan menariknya dan mengirimkannya ke media lain. Demikian harap maklum.
Hormat saya,
xxxx.
---------- dan harap maklum, kalau naskah itu baru aku baca 7-10 bulan kemudian
Plis, deh. Aku wonder women yang punya kecepatan membaca 500 kata dalam dua detik, juga bukan pesuruhmu yang harus tunduk dan taat membaca naskahmu sebelum 3 minggu (aih 3 minggu?) dan mengabaikan naskah-naskah hebat lainnya, bukan?
Teman-teman, maaf atas catatan ini. Namun, layaklah kita ketahui bagaimana kita bersantun dalam menawarkan karya kita ke media.
Nggak. Media gak segitu gila hormat, tapi bagaimana pun etika saat menawarkan naskah mestinya diperhatikan. Bagaimana membuat redaktur terpikat akan bahasa yang mengantar naskah tersebut.
Seperti juga ketika kita sedang menarik perhatian seseorang, kita akan berlaku baik dan menyenangkan. Bukan mengintimidasi dengan perintah dan ancaman. Redaktur juga manusia. Apalagi dia disebut sebagai 'penentu nasib' naskah kita.
Ya, aku katakan bahwa kedua email di atas itu adalah email yang paling sopan di antara yang menjengkelkan. Tapi tetap aja bikin naik darah. Aku gak akan menayangkan email-email lain yang bahasanya jauh lebih bossy ketimbang dua email di atas sebagai contoh, karena dengan 2 contoh itu saja, aku yakin sudah cukup mewakili bagaimana 'bete'-nya redaktur.
Redaktur pada umumnya lebih suka pengantar yang isinya normal-normal aja, gak dibuat-buat dan gak ada tekanan. Lebih disukai lagi kalau langsung dilengkapi dengan biodata agar mudah saat menghubungi.
Dan lebih disukai lagi kalau setelah mengirim naskah di email tsb, duduklah yang manis. Jangan meneror sekred atau redaktur lewat email berikutnya (tau malahan tlp ke kantor redaksi) terus-menerus, semata hanya untuk mengetahui nasib email yang baru dikirim 4 minggu lalu.
JIka masa menunggu telah terlalu lama, misalkan sudah 8-9 bulan atau setahun lebih, silakan mengirimkan email konfirmasi sekaligus forward-an email sebelumnya sebagai pengingat.
Jika masih belum ada tanggapan juga, silakan lemparkan naskah tersebut ke media lain, tetapi tentunya dengan terlebih dulu mengirimkan email surat penarikan naskah pada media sebelumnya.
Menjadi penulis muda yang beretika sebenarnya gak ribet kok.
Salam.
Oleh Erin Erina/Reni Teratai Air II, Redaktur Majalah Story.