Jumat, 25 Januari 2013

Cut

Sudah berapa tahun? Oh ya baru 2 tahun aku menunggumu disini dengan setia, dengan perasaanku yang selalu campur aduk atau orang baru yang datang 2 tahun ini?. Menemaniku ketika senja sudah mulai merekah dengan wajahnya yang selalu ceria memandang nanar.
"cut cut cut" Dari tadi Andi yang disampingku neriakin kata kata itu terus kayak orang gila di stasiun ini.
"Woy kamu kenapa Ndi, kayak orang gila baru di lantik aja hahaha" Ucapku sambil ketawa.
"Nggak kok cuma mau latihan besok mau ada praktek di komunitasku"
"ohh yang Komunitas Pecinta Film itu"
" Iya, kamu mau ikut seru lho" Katanya sambil memandangi wajahku.
" gak usah ah, lebih baik menatap senja" ucapku sambil ketawa
"Aku rasa itu adalah pekerjaan yang absurd, ayolah keluarlah dari anganmu itu. Apakah kau termasuk orang yang susah move on? aku rasa tidak. Kau hanya terjebak pada masa lalumu saja Tania. Aku selalu menemanimu kenapa kau tidak tahu? Bahwa akhir - akhir ini aku mulai menyukai kebersamaan kita, suara bising kereta dan senja ini telah mepertemukan kita. Aku kan pernah berkata, jika pertemuan kita sudah diskenariokan oleh Tuhan. Aku mencintaimu semenjak kita saling berebut kamera" 
Sudahlah cerita - cerita ini terkuak dengan sendirinya, jantung yang ingin meloncat dan debaran - debaran yang semakin kuat membuatku kian terombang - ambing. Tiba - tiba aku terkaget menciumi bau harum parfum itu, langkahmu dan hembusan napasmu. Sepertinya aku sudah mengenalinya lama. Sepersekian detik kemudian memang benar ada yang sedang menyentuh bahuku.
"Dimas"? Seketika aku meloncat dari tempat duduk ku memandangi wajahnya lalu memeluk nya dengan berbagai perasaan yang campur aduk. Ahhh kenapa dia datang sekarang aku sepertinya belum siap. Sementara itu terdengar bunyi kereta yang direm suaranya berderit memkakan telinga. Orang - orang berlarian menuju tempat berhenti kereta. Sesampai disana tubuhku lemas tak berdaya terjatuh di pangkuan Dimas. Seperti film semuanya sudah selesai. Cut.

Kamis, 24 Januari 2013

Tunggu di situ, aku sedang menujumu!

Selalu diawali dengan percakapan tentang sebuah perasaan. Yang kian hari kian kencang meretakkan pondasi hatiku. Seperti angin ribut, selalu datang dengan caranya sendiri mengobrak abrik seluruh isi kepalaku dan meremukan seluruh sendi sendi sarafku. Seharusnya aku tidak berada disini denganya, aku seharusnya berada dalam genggaman Dimas sekarang. Sudahlah aku menikmati masa - masa ini, masa dimana menunggui itu sangat nikmat. Apalagi sambil memandangi senja.

***
Di suatu senja yang saga disebuah stasiun kereta yang tua sepasang anak muda saling jatuh cinta, mungkin orang orang yang sedang disitu sedang melihat mereka.Memandang penuh penasaran mungkin, di stasiun kereta tua ini masih ada sepasang muda mudi yang berpacaran dengan judesnya tidak memandang orang - orang yang ada disitu. Mungkin itulah pikiran mereka, aku anggap di dunia ini hanya ada aku dan kamu yang lainya hanyalah patung. Itu saja. Tak biasa Dimas menggenggam tanganku erat senja itu hal yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Hubungan yang kian dekat dan tak akan pernah terpisahkan. Mungkin perasaan Dimas saat ini ingin mengatakan "Bahwa kau adalah milikku, semesta yang akan selalu kurindukan".
"Hai Dim kamu kenapa kali ini sepertinya kamu romantis, tak seperti biasanya dengan kelucuan kelucuan dan kejahilan kamu" ucapku sambil menyentil wajahnya.
" gak kenapa - kenapa hanya mau saja, siapa tahu besok aku sudah tak ada disampingmu lagi"
"Maksudnya apa? jangan pernah pergi dariku"

***
Suara teriakan Andi mengagetkanku.Dia tak tahu aku sedang merasakan kenangan bersama Dimas satu hari sebelum ia pergi.
"Kamu, kenapa coba" Tanya Andi
"Gak ada lupakan aja deh, sudah jam 17.30. aku mau pulang dulu ya"
" Eh aku ikut" Teriak Andi sambil lari menuju arahku.

***
Tepat lima ribu tiga ratus tiga puluh dua kilometer dari sini, seorang berwajah cerah membawa banyak barang. Berjalan menuju peron stasiun kereta, membawa bahagia dan segenggam rindu. Tunggu aku disitu, aku sedang menujumu membawa setumpuk harapan untuk kita.




shhhh belum sempurna

Rabu, 23 Januari 2013

Jangan Kemana-mana, di Hatiku Saja

Aku pernah berpikir kenapa aku tak pernah capek menungguimu ketika senja mulai tiba di stasiun tua ini. Bahkan sebelum aku mengenalmu aku sudah ada disini sejak dulu hanya memamndang lekat - lekat senja yang nampak saga. Lagi - lagi setelah hari hari yang aku lewati tanpamu menjadi makanan sehari - hariku, rindu itu kini menjadi santapan meja makan yang dihidangkan ibuku setiap pagi. Rasanya aku ingin menyusulmu ke tempat surat yang kau berikan padaku dulu. Tapi, aku tak akan mau karena aku sudah berjanji kepadamu dan juga kepada hatiku sendiri bahwa aku tak akan kesana. Kamulah yang akan menemuiku itu saja. Tapi, akhir - akhir ini perasaanku memang agak sedikit aneh. Entah kenapa, setelah aku pikir - pikir panjang lebar semenjak aku mengenal Andi dan mengenalkanku pada Ibu ku.

Seharusnya aku tak bertemu denganya. Tapi, Tuhan punya caranya sendiri agar hari hari yang penuh dengan kekosongan ini dilalui dengan sangat baik. Tuhan terkadang maha humoris dengan mengirimkan sesosok yang tak kalah hebatnya dengan Dimas, siapa lagi kalo bukan Andi. Sosok teman terbaik sedunia bahkan lebih, aku memang sering menganggap dia seperti itu.
" Tan, Kamu tahu gak sebenarnya Tuhan sudah menskenariokan perjumpaan kita. Kamu aja yang gak tahu, Setiap langkahku adalah bergerak menujumu entah itu menuju ke timur, barat, selatan dan arah lainya" Kata - kata itu bagiku adalah suatu gempuran yang bahkan bisa menghancurkan seluruh pondasiku hingga dindingnya retak dan mau ambruk.

Lalu, aku harus bagaimana? Aku bingung memilih. Memilih tetap pada pilihan pertama yang notabene sudah berjanji ingin sehidup semati. Atau pada Andi sosok lelaki terbaik sedunia.

Selasa, 22 Januari 2013

Bangunkan Aku Pukul Tujuh

Malam kembali dalam peraduan, sajian  makanan di meja sepertinya sudah tersaji dengan harum yang menusuk hidung. Ibu sepertinya sumringah melihatku pulang sehabis dari stasiun hanya untuk melihat senja saja. Lebih sumringah lagi ibu melihat sosok laki - laki lain yang berjalan disampingku bahkan sangat girang, wajahnya yang keriput seolah menjadi muda lagi. Yah itu bukan Dimas tapi, dia adalah Andi sosok kemarin yang merebut kamera fotoku. Aku memang baru membawanya kerumahku karena Andi memaksaku untuk membawaku kesini.
" Selamat malam Ibu" Ucap Andi sambil menyodorkan tangan
" Oh temenya Tania? mari " Ucap Ibu sumringah dengan tatapan yang melirik ke arahku.

Semenjak itu aku mulai merasa bahwa hubungan aku dengan Andi memang serasa agak aneh dengan berbagai pertanyaan yang ada dibenak ku. Aku bahkan mulai lupa dengan sosok seorang Dimas yang entah dia sekarang tidak jelas juga ada dimana. Menurut aku Andi memang sudah serasa klop denganku, ia menyukai senja dan foto - foto. Tapi, lihat saja Dimas dia tak menyukai apa - apa kecuali terus kerja dan kerja yang katanya esok mau menghidupiku. Sudahlah aku tidak ingin meracau lagi, besok ada kuliah pagi pagi buta.

"Andi besok tolong bangunkan aku ketika lonceng sekolah masuk" Tulisku di SMS. Sepersekian detik SMS itu terkirim dan mataku mulai gelap.


Senin, 21 Januari 2013

Menanti Lamaran

Jauh sebelum Dimas pergi bersama kereta itu hari yang aku lewati bersamanya selalu indah. Setiap hari kita habiskan bersama menikmati senja yang saga sambil melihat kereta yang lewat . Serta suara riuh orang - orang yang juga menonton kereta. Rupanya orang orang ini mempunyai hobi dan pekerjaan baru menonton kereta lewat. Bagiku itu tidak masalah selagi masih ada orang yang setia menungguiku disini. Kamu. Kamu yang dalam hal ini adalah cerita tentang hidupku, tentang semua perjalanan panjangku selama ini.

Tapi, kita sekarang memang tidak berada pada langit yang sama, Aku disini dan entah kamu dimana. Pastinya aku akan merindukanmu dengan segenap daya yang aku miliki hingga Tuhan mencabut napas segala kehidupanku. Setiap detik yang aku miliki pastinya hanya akan menuju padamu, bukan malah menjauh darimu. Aku juga tahu kau disana juga merindukanku kan?. Disini sedang musim hujan Dim semoga hujan ini kiriman darimu, Kiriman yang menghujani diriku dengan segala perasaan rindu yang aku miliki selama ini.

Suatu kali aku pernah berkata padamu dengan nada suaraku yang memang benar - benar aku lembutkan waktu itu.
" Dim, Aku sudah lelah. Lelah dengan hubungan kita selama ini" Ucapku serius. Waktu itu wajahnya agak sedikit berubah wajahnya berkerenyit.
" Maksudnya"
" Aku mau kita menjadi Ratu sehari" Ucapku serius dengan agak tersenyum simpul.

Saat itu memang dia mengiyakan semuanya. Ah seandainya dia ada disini. Pasti seru menikah dengan berdiri seharian menyalami tamu - tamu yang hadir. Tentunya akan banyak yang terlalu bahagia hari itu.




Sudahlah, Stasiun ini semakin berisik dan riuh.


Kamis, 17 Januari 2013

Bales Kangenku Dong

Seperti biasa ketika senja tiba aku hanya duduk - duduk disini tentunya dengan merindukanmu. Rindu ini kadang seperti pekerjaanku sendiri tak pernah mejemukan setiap jam bahkan setiap detik. Di stasiun kereta tua ini aku merasakan kenangan masa lalu itu datang dengan sendiri merayapi setiap badanku, sukses membuat jantung ini semakin berdegub kencang. Aku pernah bercerita disini, ketika aku hanya mampu melihat punggungmu menjauh menaiki kereta itu. Lebih tepatnya kereta kenangan. Selama 3 tahun ini aku mengirimkan surat cinta untukmu, entah surat itu sampai atau tidak yang pasti alamatmu yang kau kirimkan dulu sama persis seperti yang aku tuliskan di surat cinta itu.

***
" Dimas, kau tahu kenapa aku suka senja" Tanyaku sambil memandangi kereta yang baru lewat.
"Kenapa" Balasnya sambil menatapku dengan penuh sendu. Aku suka tatapanmu.
" Karena senja mengajarkan kita tentang keikhlasan tentang langit yang selalu tabah mengulang kehilangan" Ucapku penuh haru.
" Ah filosofis sekali, Tania aku sebenarnya mau bicara sama kamu boleh kan"
" Bicara apa? Tentunya aku akan mendengarkanya dengan baik Mas" Ucapku penasaran.
Aku sebenarnya tak mampu bicara pada Tania tentang semua yang ada di dalam benak ku hari ini. Tapi, semua ini harus aku bicarakan sekarang. Sebelum semuanya terlambat.
" Tania, aku akan menikahimu kamu mau kan" Ucapnya lirih deru kereta pun semakin membuat suaranya lirih.
Jantungku meloncat, semua yang ada di stasiun ini berhenti berputar, semua orang menjadi patung yang entah kapan akan kembali bergerak yang ada hanyalah terdengar riuh di kepala.
" Beneran Mas, aku siap mas. Hubungan kita sudah sepertinya sudah cukup lama dan matang" Ucapku dengan mata yang berbinar.
" Tapi, jika kamu setuju aku akan pergi dulu, sepertinya aku butuh modal untuk menikahimu. Toh dengan modal orang tuaku juga tidak cukup untuk menikahkan kita. Aku mau pergi jauh"
Ah detak itu kini semakin mereda, kenapa kau akan pergi, batinku.
" Tania, kau suka senja kan? katamu Senja mengajarkan kita tentang kehilangan. Aku bukan hilang Tania tapi hanya akan terlepas darimu. walaupun aku tidak ada disampingmu tapi hati dan perasaanku masih mengembara di hatimu. Percayalah Tania aku tak akan pergi lama juga tak akan pergi jauh darimu"
Aku menangis sejadi - jadinya di dadanya, tak pernah perasaanku tumpah ruah di pelukanya. Waktu akan cepat berlalu bila ada di dekatmu.

***

Senja itu, ketika langit abu - abu dan hujan turun ritmis malu - malu saat itulah sebuah rindu mulai dipisahkan oleh jarak. Entah kenapa tiba - tiba stasiun ini sepi, Hanya rindu dan jarak yang akan selalu menemaniku tiap hari. Selamat tinggal Dimas, aku akan menantimu disini dengan setia. Jangan lupa setelah tiba nanti kirim surat untuk ku. Aku percaya kau akan benar - benar menepati janjimu itu. Aku percaya.

***

Suara derit kereta itu tiba - tiba mengagetkanku dari lamunan yang panjang ini. Ah senja ini lagi lagi senja ini membangkitkan sebuah kenangan masa silamku. Aku memang benar benar merindukanmu. Sungguh.
Sudah banyak surat surat yang aku kirimkan padamu dan kenapa engkau tidak membalasnya.

Semoga surat itu benar - benar sampai padamu.

Rabu, 16 Januari 2013

Cuti Sakit Hati

Seperti biasa setiap senja tiba aku selalu saja duduk di bangku stasiun menonton kereta - kereta yang lewat, hanya menonton lebih tepatnya adalah menanti. Menanti sebuah tunggu yang membuatku selalu setia dengan suara - suara bising kereta dan peluit itu. Di stasiun ini banyak juga yang menonton kereta lewat entah kenapa aku juga tak pernah tahu dan menahu. Setiap senja mereka hanya duduk menikmati suasana tempat itu, ada yang bawa keluarganya, pacarnya, partner incrime dll. Pasti tak akan pernah menjemukan bukan menikmati senja diantara stasiun tua banyak cerita tentunya.

Setiap senja tiba, seluruh ragaku dimakan rindu, entah kenapa. Dulu, lebih tepatnya 3 tahun lalu juga di tempat ini sepasang genggaman terlepas dari jemari - jemari yang tak akan pernah putus mendoakan sebuah cinta yang merekah. Aku juga masih ingat dia akan berjanji kembali, suatu saat nanti. Entah kapan. Membawakan sebuah cincin yang akan melingkari jari manisku. Janji - janji itu terasa manis di telingaku, aku menangis ketika kereta terus berjalan meninggalkan kisah pedih yang sampai kapan akan sembuh.

Sampai akhirnya ketika senja mengabu di stasiun itu, aku menemukan kejengkelan baru. Seorang lelaki yang memfotoku tanpa ijin. Jengkel, hanya ingin merebut SLR nya lalu membuangya ke tengah rel biar ditabrak kereta.
" Hai kamu siapa berani - beraninya ngambi foto orang" Ucapku judes.
" Hahahah emang kenapa? Gak boleh. Suka - suka ini SLR ku" Katanya sambil ketawa ketus.

Apa dia bilang emang dia siapa. Aku gak suka dengan sikapnya bagiku itu melecehkan kaum wanita. Semakin membuatku benci ketika ia ngeloyor begitu saja dari tempat itu sambil tertawa tersenyum dengan girang dan penuh kemenangan.

Semenjak hari itu kita saling bertemu di Stasiun, entah kenapa dia begitu aku segani semenjak pertemuan pertama itu semua hari sebenarnya biasa - biasa saja. tapi, dengan nya aku menjadi lebih tenang.

Entah kenapa semua kejadian 3 tahun lalu sudah aku buang jauh - jauh.
Ini yang dinamakan Move On.

Selasa, 15 Januari 2013

Orang Ke Tiga Pertama

Jalanan mulai rame, asap - asap busuk kendaraan ini mulai menyapaku menghiasi kota yang katanya adalah kota pendidikan. Ya inilah jogja, kota dengan seribu kenangan dan penuh dengan tanda tanya. Bagiku tempat seluruhnya raga akan ditasbihkan disini. tempat segala musim bagi jiwa - jiwa yang haus akan ilmu. Malam ini katanya adalah malam tahun baru, seperti biasa aku hanya sendiri menikmati segala keriuhan tahun baru.
"Andi, Kenapa gak mau tahun baruan sama pacarmu sendiri" Ucapnya, seperti biasa dengan temperamenya yang keras.Semakin membuatku tak suka berlama - lama denganya. Padahal dia cewek, aku benar benar tak suka
"Kamu tahu? Seharusnya ketika semua orang menyambut dengan meriah semua pesta ini, kita insropeksi diri masing - masing dengan segala tindakan 1 tahun ini. apapun itu aku tetap akan dirumah" ucapku sambil memunggunginya.
Tiba - tiba hujan turun ketika semua orang menyambut gembira malam tahun baru, pesta yang membuatku tak penting. sedangkan disini hujan memang turun deras, sederas hujan air mata yang ada dipangkuan Ratna membasahi setiap tubuh dan segala perih yang entah kapan akan terhapus. Sebuah pertengkaran dari hal yang sepele. Aku mencoba lagi suatu teriakan kecil ditengah guyuran hujan itu dan mencoba mendekatinya. Ia nampak kuyu, matanya nanar dan sembab memandangku penuh ragu.
"Ratna, Malam ini kau lihatkan, hujan. orang - orang itu mungkin sudah pergi. pesta tahun baru tak akan pernah semarak....." Tiba - tiba bluuupp, sebuah plukan ditengah hujan deras dan ciuman diantara kemarahan - kemarahan yang membangkitkan, Ah ini sudah tahun baru kataku.

Tiba - tiba langit nampak benderang, hujan juga sudah reda. Terdengar teriakan CUT dari sutradara di ujung sana.
Ah ciuman dan pelukan kami dihentikan oleh sutradara.

JULI

Juli itu adalah pertemuan
Pertemuan antara kita diantara riuhnya musim
Musim pada daun daun yang meranggas karena panas mentari
Hingga akhirnya kita akan saling tahu, Memahami dan mengerti
Kita sama – sama menyukai kata
Hingga hari – hari kita diliputi sebuah dongeng yang ajaib

Juli itu adalah pertemuan
Antara janji – janji manis pertemuan
Kita sibuk saling menerbangkan satu sama lain
Membuat hari – hari seperti puisi puisi yang kau ciptakan padaku
Merasakan setiap alur nya
Alur magis Juli

Juli itu adalah pertemuan
Waktu terus berjalan
Setiap perjalanan kita terukir manis di dinding ingatan
Daun dan hujan sama sama luruh di pangkuan kita
Aroma bulan Juli sungguh sangat memabukan.

Juli itu juga sebuah pertemuan lebih tepatnya akhir
Akhir dari segala kisah (Mungkin)
Kita, memang tak pernah tau dan menahu bagaimana hidup tiap harimu
Yang aku tahu hanyalah setiap melihatmu Tuhan memberikan bibit rindunya yang terbaik
Hingga akhirnya hari itu datang sebuah pertengkaran kecil, ya hanya kecil. Kau tahu?
Mulai malam itu mungkin kau akan memutuskan mulai menjauh dan tak akan pernah lagi menyapa.
Kita sebenarnya adalah sajak yang saling menemu.
Diantara rerimbunan rindu bulan Juli
Sudahlah, sajak ini memang tak pernah usai
Seperti kisah kita.


Cukup sudah Sederhana saja.

Minggu, 13 Januari 2013

Pukul 2 Dini Hari

Bau harum dupa dan menyan menyeruak malam ini, hari ini pukul 2 dini hari malam jumat kliwon. Setan gang sempit dan bau bacin kini berkeliaran menggoda seluruh manusia yang sedang terlelap tidur. ah aku seperti biasa menggoda cewek - cewek, mereka keliatan cantik ketika tidur. Kurabai seluruh badanya hingga aku memang benar benar menggigil, kubauhi lalu kuciumi bibirnya yang masih memerah. Pukul 2 dini hari itu aku memang benar benar menjadi setan. Setan jalang yang gila dengan kebrutanlanku.

Pukul 2 dini hari itu aku terbangun. Dan lhatlah celanaku basah.
Aku benar benar telah menjadi setan.

Kamis, 10 Januari 2013

Kriiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnngggggggggggg

Mentari masih kuyu pagi itu
Hanya temaram yang menyisakan hangatnya.
Tiba tiba sesuatu mengagetkanku membangunkan seluruh angan. Aku bergolak.
Kriiiiiiiiiiingggggggggg Bunyinya memekakan telinga. Tapi, bunyi itu adalah bunyi ajaib yang tedengar pagi ini.
Tubuhku juga ikut bergetar, darahku mendesir, jantung dan seluruh angan yang di otak ku bertebangan ke seluruh ruangan.
Sepersekian detik kemudian terdengar suara yang menghangatkan tubuh dan pagi serasa menjadi gumpalan kapas ringan dan teduh.
Halo. Katanya, sepagi ini Tuhan sudah mengabulkan semua doaku tadi malam. Mendengar suaranya.
Kamu: Selamat pagi kamu, Pemilik senyuman hangat. Ayo bangun dan menyulam kebahagiaan.
Bibirku serasa kelu aku hanya bisa memandangi ruang yang seolah olah dia sedang di hadapanku memandang penuh haru. Aku harus bicara apa?

Aku: Selamat pagi juga kamu, Tuan terimakasih telah membangunkanku pagi ini. Pagi akan menjadi milik kita bersama. Sepagi ini rindu sudah menjejai kepalaku riuh dan berisik. Tapi, taka apa ada kamu diotaku.

Kamu: Taka apa Nona, itu adalah tugasku, tugasku untuk selalu mencintaimu dengan tekun dan tanpa pamrih, walaupun kini jarak sangat angkuh menenggelamkan bayangan kita.
Aku hanya tersenyum burung gereja sudah terdengar merdu di luar sana sementara bau harum masakan ibu semakin menggoda. Begitupun denganmu.

Aku: Terimakasih telah mencintaiku dengan apa adanya diriku. pagi ini aku hanya ingin menjadi angin yang selalu lebih dulu membelai wajahmu.Ketika genggaman disembunyikan jarak.

Kamu:  Aku juga Nona, aku rela menjadi cahaya lampu yang ada di kamarmu menjagamu dengan seluruh kekuatanku. Kamu tau Aku hanya ingin mencintai dengan sederhana, seperti aku bernafas lalu aku hembuskan ke udara.
Aku diterbangkan pagi ini. Terbang walau tak punya sayap.

Aku:  Tuan, aku tersanjung namamu akan aku tuliskan di dada kiriku supaya abadi disana.

Kamu: Di dada kiri katamu? Tidak Nona aku akan menuliskanya di telapak tanganku sebab disanalah takdir akan mengabadikan kita. Selamanya.
Sekali lagi dadaku berpesta tanpa ampun sepersekian detik aku tak bisa menjawab telepon itu. Yah aku terperangkap ke dalam petanya. Aku tersesat.

Aku: Walaupun lengan kita tak saling berpaut. Tapi, hati dan perasaanku ada disana menjadi debar rindumu. Dan pagi adalah puisi yang mewaktu didadamu seperti api yang membakar kesedihan menjadi bahagia yang bernama.

Kamu:  Ya kita sudah ditakdirkan menjadi bahagia yang bernama, kau tau pagi di kotaku, sepagi ini kau menjelma hujan yang turun satu – satu. Ritmis dan magis. Nona, aku akan pergi dulu hanya akan terlepas darimu. Jangan pernah kamu menangis dan bersedih. Sebab di dadamulah aku ada.

Aku: Selamat pagi dan samapi jumpa tuan, Senja akan mempertemukan kita lagi. Tetaplah percaya. Aku disini setia.
Seketika bunyi tuttt tutttt tuuuttt itu berbunyi sangat panjang. Kali ini tidak se ajaib tadi, semacam bunyi perpisahan yang menggema di telingaku.
Seketika hujan luruh satu satu di pangkuanku.
Aku rindu.

Rabu, 02 Januari 2013

PUITWITOLOGI




Telah terbit di LeutikaPrio!!!

Judul : Mengabadikan Kita : Tentang Perjalanan Senja
Penulis : Eko Nugroho
Tebal : v + 145 hlm
Harga : Rp. 35.300,-
ISBN : 978-602-225-573-4

Sinopsis:
Aku namai ini rindu sebuah debaran dada sebelah kiriku dan baris puisiku yang tak mampu aku tuliskan hingga entah.

Aku masih menunggu di sini, Nona. Di tepian telaga ketika senja merayap diam dalam rintik matamu. Aku rindu.

Jika kamu adalah pagi, aku akan selalu merindukanmu seperti nyanyi puisi yang mencintai sajaknya

Suatu kejutan yang tak terkira bisa memenangkan sebuah event yang luar biasa ini. Sebelumnya saya hanya coba-coba buat ikut event BYT ini untuk mencari pengalaman saja, bukan untuk sebuah mencari kemenangan. Tapi, Allah berkehendak lain dan saya memenangkan lomba ini. Dengan begitu impian saya untuk menjadi seorang penulis tak terelakkan lagi.

Eko Nugroho

Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0819 0422 1928. atau pesan online ke