Kamis, 10 Januari 2013

Kriiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnnnngggggggggggg

Mentari masih kuyu pagi itu
Hanya temaram yang menyisakan hangatnya.
Tiba tiba sesuatu mengagetkanku membangunkan seluruh angan. Aku bergolak.
Kriiiiiiiiiiingggggggggg Bunyinya memekakan telinga. Tapi, bunyi itu adalah bunyi ajaib yang tedengar pagi ini.
Tubuhku juga ikut bergetar, darahku mendesir, jantung dan seluruh angan yang di otak ku bertebangan ke seluruh ruangan.
Sepersekian detik kemudian terdengar suara yang menghangatkan tubuh dan pagi serasa menjadi gumpalan kapas ringan dan teduh.
Halo. Katanya, sepagi ini Tuhan sudah mengabulkan semua doaku tadi malam. Mendengar suaranya.
Kamu: Selamat pagi kamu, Pemilik senyuman hangat. Ayo bangun dan menyulam kebahagiaan.
Bibirku serasa kelu aku hanya bisa memandangi ruang yang seolah olah dia sedang di hadapanku memandang penuh haru. Aku harus bicara apa?

Aku: Selamat pagi juga kamu, Tuan terimakasih telah membangunkanku pagi ini. Pagi akan menjadi milik kita bersama. Sepagi ini rindu sudah menjejai kepalaku riuh dan berisik. Tapi, taka apa ada kamu diotaku.

Kamu: Taka apa Nona, itu adalah tugasku, tugasku untuk selalu mencintaimu dengan tekun dan tanpa pamrih, walaupun kini jarak sangat angkuh menenggelamkan bayangan kita.
Aku hanya tersenyum burung gereja sudah terdengar merdu di luar sana sementara bau harum masakan ibu semakin menggoda. Begitupun denganmu.

Aku: Terimakasih telah mencintaiku dengan apa adanya diriku. pagi ini aku hanya ingin menjadi angin yang selalu lebih dulu membelai wajahmu.Ketika genggaman disembunyikan jarak.

Kamu:  Aku juga Nona, aku rela menjadi cahaya lampu yang ada di kamarmu menjagamu dengan seluruh kekuatanku. Kamu tau Aku hanya ingin mencintai dengan sederhana, seperti aku bernafas lalu aku hembuskan ke udara.
Aku diterbangkan pagi ini. Terbang walau tak punya sayap.

Aku:  Tuan, aku tersanjung namamu akan aku tuliskan di dada kiriku supaya abadi disana.

Kamu: Di dada kiri katamu? Tidak Nona aku akan menuliskanya di telapak tanganku sebab disanalah takdir akan mengabadikan kita. Selamanya.
Sekali lagi dadaku berpesta tanpa ampun sepersekian detik aku tak bisa menjawab telepon itu. Yah aku terperangkap ke dalam petanya. Aku tersesat.

Aku: Walaupun lengan kita tak saling berpaut. Tapi, hati dan perasaanku ada disana menjadi debar rindumu. Dan pagi adalah puisi yang mewaktu didadamu seperti api yang membakar kesedihan menjadi bahagia yang bernama.

Kamu:  Ya kita sudah ditakdirkan menjadi bahagia yang bernama, kau tau pagi di kotaku, sepagi ini kau menjelma hujan yang turun satu – satu. Ritmis dan magis. Nona, aku akan pergi dulu hanya akan terlepas darimu. Jangan pernah kamu menangis dan bersedih. Sebab di dadamulah aku ada.

Aku: Selamat pagi dan samapi jumpa tuan, Senja akan mempertemukan kita lagi. Tetaplah percaya. Aku disini setia.
Seketika bunyi tuttt tutttt tuuuttt itu berbunyi sangat panjang. Kali ini tidak se ajaib tadi, semacam bunyi perpisahan yang menggema di telingaku.
Seketika hujan luruh satu satu di pangkuanku.
Aku rindu.

Tidak ada komentar: