Seperti biasa ketika senja tiba aku hanya duduk - duduk disini tentunya dengan merindukanmu. Rindu ini kadang seperti pekerjaanku sendiri tak pernah mejemukan setiap jam bahkan setiap detik. Di stasiun kereta tua ini aku merasakan kenangan masa lalu itu datang dengan sendiri merayapi setiap badanku, sukses membuat jantung ini semakin berdegub kencang. Aku pernah bercerita disini, ketika aku hanya mampu melihat punggungmu menjauh menaiki kereta itu. Lebih tepatnya kereta kenangan. Selama 3 tahun ini aku mengirimkan surat cinta untukmu, entah surat itu sampai atau tidak yang pasti alamatmu yang kau kirimkan dulu sama persis seperti yang aku tuliskan di surat cinta itu.
***
" Dimas, kau tahu kenapa aku suka senja" Tanyaku sambil memandangi kereta yang baru lewat.
"Kenapa" Balasnya sambil menatapku dengan penuh sendu. Aku suka tatapanmu.
" Karena senja mengajarkan kita tentang keikhlasan tentang langit yang selalu tabah mengulang kehilangan" Ucapku penuh haru.
" Ah filosofis sekali, Tania aku sebenarnya mau bicara sama kamu boleh kan"
" Bicara apa? Tentunya aku akan mendengarkanya dengan baik Mas" Ucapku penasaran.
Aku sebenarnya tak mampu bicara pada Tania tentang semua yang ada di dalam benak ku hari ini. Tapi, semua ini harus aku bicarakan sekarang. Sebelum semuanya terlambat.
" Tania, aku akan menikahimu kamu mau kan" Ucapnya lirih deru kereta pun semakin membuat suaranya lirih.
Jantungku meloncat, semua yang ada di stasiun ini berhenti berputar, semua orang menjadi patung yang entah kapan akan kembali bergerak yang ada hanyalah terdengar riuh di kepala.
" Beneran Mas, aku siap mas. Hubungan kita sudah sepertinya sudah cukup lama dan matang" Ucapku dengan mata yang berbinar.
" Tapi, jika kamu setuju aku akan pergi dulu, sepertinya aku butuh modal untuk menikahimu. Toh dengan modal orang tuaku juga tidak cukup untuk menikahkan kita. Aku mau pergi jauh"
Ah detak itu kini semakin mereda, kenapa kau akan pergi, batinku.
" Tania, kau suka senja kan? katamu Senja mengajarkan kita tentang kehilangan. Aku bukan hilang Tania tapi hanya akan terlepas darimu. walaupun aku tidak ada disampingmu tapi hati dan perasaanku masih mengembara di hatimu. Percayalah Tania aku tak akan pergi lama juga tak akan pergi jauh darimu"
Aku menangis sejadi - jadinya di dadanya, tak pernah perasaanku tumpah ruah di pelukanya. Waktu akan cepat berlalu bila ada di dekatmu.
***
Senja itu, ketika langit abu - abu dan hujan turun ritmis malu - malu saat itulah sebuah rindu mulai dipisahkan oleh jarak. Entah kenapa tiba - tiba stasiun ini sepi, Hanya rindu dan jarak yang akan selalu menemaniku tiap hari. Selamat tinggal Dimas, aku akan menantimu disini dengan setia. Jangan lupa setelah tiba nanti kirim surat untuk ku. Aku percaya kau akan benar - benar menepati janjimu itu. Aku percaya.
***
Suara derit kereta itu tiba - tiba mengagetkanku dari lamunan yang panjang ini. Ah senja ini lagi lagi senja ini membangkitkan sebuah kenangan masa silamku. Aku memang benar benar merindukanmu. Sungguh.
Sudah banyak surat surat yang aku kirimkan padamu dan kenapa engkau tidak membalasnya.
Semoga surat itu benar - benar sampai padamu.
***
" Dimas, kau tahu kenapa aku suka senja" Tanyaku sambil memandangi kereta yang baru lewat.
"Kenapa" Balasnya sambil menatapku dengan penuh sendu. Aku suka tatapanmu.
" Karena senja mengajarkan kita tentang keikhlasan tentang langit yang selalu tabah mengulang kehilangan" Ucapku penuh haru.
" Ah filosofis sekali, Tania aku sebenarnya mau bicara sama kamu boleh kan"
" Bicara apa? Tentunya aku akan mendengarkanya dengan baik Mas" Ucapku penasaran.
Aku sebenarnya tak mampu bicara pada Tania tentang semua yang ada di dalam benak ku hari ini. Tapi, semua ini harus aku bicarakan sekarang. Sebelum semuanya terlambat.
" Tania, aku akan menikahimu kamu mau kan" Ucapnya lirih deru kereta pun semakin membuat suaranya lirih.
Jantungku meloncat, semua yang ada di stasiun ini berhenti berputar, semua orang menjadi patung yang entah kapan akan kembali bergerak yang ada hanyalah terdengar riuh di kepala.
" Beneran Mas, aku siap mas. Hubungan kita sudah sepertinya sudah cukup lama dan matang" Ucapku dengan mata yang berbinar.
" Tapi, jika kamu setuju aku akan pergi dulu, sepertinya aku butuh modal untuk menikahimu. Toh dengan modal orang tuaku juga tidak cukup untuk menikahkan kita. Aku mau pergi jauh"
Ah detak itu kini semakin mereda, kenapa kau akan pergi, batinku.
" Tania, kau suka senja kan? katamu Senja mengajarkan kita tentang kehilangan. Aku bukan hilang Tania tapi hanya akan terlepas darimu. walaupun aku tidak ada disampingmu tapi hati dan perasaanku masih mengembara di hatimu. Percayalah Tania aku tak akan pergi lama juga tak akan pergi jauh darimu"
Aku menangis sejadi - jadinya di dadanya, tak pernah perasaanku tumpah ruah di pelukanya. Waktu akan cepat berlalu bila ada di dekatmu.
***
Senja itu, ketika langit abu - abu dan hujan turun ritmis malu - malu saat itulah sebuah rindu mulai dipisahkan oleh jarak. Entah kenapa tiba - tiba stasiun ini sepi, Hanya rindu dan jarak yang akan selalu menemaniku tiap hari. Selamat tinggal Dimas, aku akan menantimu disini dengan setia. Jangan lupa setelah tiba nanti kirim surat untuk ku. Aku percaya kau akan benar - benar menepati janjimu itu. Aku percaya.
***
Suara derit kereta itu tiba - tiba mengagetkanku dari lamunan yang panjang ini. Ah senja ini lagi lagi senja ini membangkitkan sebuah kenangan masa silamku. Aku memang benar benar merindukanmu. Sungguh.
Sudah banyak surat surat yang aku kirimkan padamu dan kenapa engkau tidak membalasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar